Senin, 08 Agustus 2011

Gatotkaca Wisuda (Prabu Anom Guru Putra)


Tersebutlah di Kayangan Jonggringsaloka sedang terjadi suatu pergolakan karena Kawah Candradimuka di Gunung Jamurdipa bergolak dan menimbumbulkan geger di Kayangan Jonggringsaloka tempat para dewa bersemayam.
Karena hal tersebut, sang penguasa Kayangan Jonggringsaloka yaitu Hyang Jagad Girinata alias Batara Manikmaya atau terkenal dengan nama Batara Guru memanggil penasehatnya yang bernama Batara Narada atau Batara Kanekaputra dan putranya dewa penguasa Kayangan Kaendran yaitu Batara Indra sang dewa perang untuk menghadap Batara Guru di Balai Mercukondomanik guna dimintai keteranan.

Batara Narada : “Ada apa gerangan Adi Guru memanggil saya ke Balai Mercukondomanik ini secara tiba-tiba? Apakah ada kesalahan berat yang kakang lakukan?”
Batara Guru    : “Kakangku Narada, janganlah berprasangka buruk dahulu kakang, adi memanggil kakang kemari bukan karena kakang melakukan kesalahan, tapi karena saya ingin menanyakan sebab terjadinya gonjang ganjing yang terjadi di kayangan, apa sebenarnya yang terjadi kakang?”
Batara Narada : “Oh… ternyata begitu, maafkan kakang telah berfikir yang tidak-tidak. Begini Adi Guru, gonjang ganjing yang terajadi di Kayangan Jonggringsaloka ini terjadi karena ada seorang Ksatria yang sedang melakukan tapa brata di gunung Argo Kelasa.”
Batara Guru    : “Siapakah Ksatria tersebut Kakang Narada? Dan alasan apa yang mendasari Ksatria tersebut melakukan tapa brata sehingga membuat Kayangan Jonggringsaloka jadi geger?”
Batara Narada : “Ksatria tersebut adalah Ksatria Pringgondani, Gatotkaca adi Guru. Dia melakukan tapa brata karena ingin napak tilas perjalanan ayahnya, yaitu Bima Suci alias Werkudara, dan juga menuntut agar dewa segera mengangkatnya sebagai Raja penguasa dewa di Kayangan Jonggringsaloka ini Adi Guru.”
Batara Guru    : “Oh…ternyata Gatotkaca. Kakang Narada, apakah permintaan Gatotkaca itu tidak mengada-ada kakang? Gatotkaca hanya manusia biasa, kenapa dia berani meminta untuk diangkat sebagai raja para dewa di kayangan kakang? Itu sudah menyalahi kodratnya sebagai manusia. Kira-kira hukuman apa yang pantas diberikan kepada Gatotkaca atas kelancangan dia?”
Batara Narada : “Adi Guru, Sang Hyang Jagad Girinata, tunggu dulu, jangan asal menjatuhkan hukuman, kita harus menganalisa permasalahan tersebut terlebih dahulu. Sebagai pertimbangan, coba Adi guru ingat-ingat, apakah sebelum ini ada kejadian yang sama terjadi sebelumnya? Apakah sebelumnya ada manusia yang pernah menjadi raja para dewa, entah karena jasa yang besar atau ketekunanya dalam menjalankan darma baktinya Adi Guru?”
Batara Guru    : “Kakangku Narada, iya kakang ada, yaitu tidak ada yang lain Ksatria Madukara yang bernama Arjuna alias Janoko pernah menjadi Raja Dewa di Kayangan Kaendran. Janoko pernah menuntut hal yang sama, Dia bertapa di Gunung Indrakila, meminta anugrah menjadi raja para dewa, lalu dia diangkat menjadi Raja para dewa di Kayangan Kaendran berjuluk Prabu Karitin. tapi itu terjadi karena Arjuna alias Janoko telah berjasa besar kepada Kayangan Jongringsaloka dengan menumpas Raksasa yang membuat kekacauan di kayangan dengan memusnahkan Raja Raksasa bernama Niwatakaca dari Negara Manikmantoko.”
Batara Narada : “Oh…seperti itu. Nah menurut kakang apa yang dilakukan Gatotkaca tidak salah, karena kejadian manusia pernah menjadi raja para dewa sudah pernah terjadi, dan Gatotkaca berhak atas anugrah itu karena jasa Gatotkaca sama besarnya dengan jasa Arjuna yang membantu Kayangan memusnahkan musuh Kayangan yang membuat Kayangan menjadi resah.”

Kemudian Batara Narada menceritakan bagaimana jasa Gatotkaca kepada kayangan. Yaitu saat Gatotkaca yang pada waktu itu masih berumur satu tahun dibawa ke kayangan untuk menghadapi Patih Sekipu dan Prabu Kala Pracona dari Negara Giling Wesi yang berniat melamar Dewi Supraba. Dan Gatotkaca berhasil menumpas keduanya, lalu dijanjikan akan menjadi raja para dewa di kayangan.

Batara Narada : “Nah… Adi Guru, berarti Gatotkaca berhak menuntut hal yang sama seperti pamanya Janoko, karena Gatotkaca pernah berjasa besar terhadap ketentraman Kayangan Jonggringsaloka ini Adi Guru. Dan juga Adi Guru melalui saya telah menjanjikan hal tersebut kepada Gatotkaca. Jadi untuk mengembalikan ketenangan di kayangan ini mohon Adi Guru mengabulkan apa yang menjadi keinginan Gatotkaca.”

Sang Hyang Jagad Girinata menjadi terdiam dengan penjelasan yang diberikan Batara Narada kepadanya, rasa ragu dan khawatir muncul dalam diri Batara Guru. Dia khawatir kedudukanya sebagai Raja Dewa akan jatuh ke tangan manusia biasa. Namun janji telah terucap, dan sebagai raja dewa, Dia harus menepati janjinya tersebut.
Namun saat Batara Guru sedang memikirkan permasalahan tersebut, datanglah Batari Permoni alias Batari Durga bersama anak mereka Dewasarani kehadapan Batara Guru.

Batari Durga   : “Batari Durga menghaturkan sembah bakti saya kepada Sang Hyang Jagad Girinata. Maafkan kelancangan hamba kaerena datang bsecara tiba-tiba kehadapan pikulun Batara Guru.”
Dewasrani       : “Ananda Dewasrani menghaturkan sembah sungkem kepada Romo Pikulun.”
Batara Guru    : “Ya… aku terima sembah bakti dan sungkem kalian berdua. Ada apa tiba-tiba kalian berdua datang kemari?.”
Batari Durga   : “Terima kasih Pikulun. Saya dan Dewasrani datang kemari karena saya mendengar bahwa Pikulun mau menganugrahi Gatotkaca sebagai raja para dewa. La saya tidak setuju dan tidak rela Pikulun, karena menurut saya Gatotkaca tidak pantas dan tidak berhak mendapatkan anugrah sebesar itu, karena Gatotkaca itu bukan siapa-siapa, dia Cuma anak Werkudara, orang yang tak mau menghormati dewa. Kalau bicara siapa yang pantas, bukankah Dewasrani sebagai anak kandung Pikulun sendiri yang berhak atas anugrah tersebut.”

Apa yang dikatakan Batari Durga membuat Batara Guru bimbang dalam mengambil keputusan, tapi hal itu bisa menjadi alasan agar Batara Guru untuk tidak mengabulkan keinginan Gatotkaca meskipun penasehatnya Batara Narada pastinya tidak akan setuju, kemudian Batara Guru berkata :

Batara Guru    : “Iya Batari Permoni ya Betari Durga, apa yang kau dengar memang benar adanya, tapi itu masih dalam tahap perundingan dan belum mencapai keputusan final. Memang yang lebih berhak adalah Dewasrani sebagai anak kandungku, bukan yang lain. Baiklah istriku, aku akan mengeluarkan keputusan. Aku tidak akan menganugrahi Gatotkaca sebagai raja para dewa, tetapi kepada Dewasrani. Akan tetapi syaratnya tidak mudah, kalian berdua saya tugaskan untuk menggagalkan tapa bratanya Gatotkaca dan membunuhnya, kalau kalian bisa melaksanakan tugas itu, maka aku akan menganugrahi Dewasrani sebagai raja para dewa.”
Batari Durga   : “Terima kasih sekali atas kebijakan Sang Hyang Jagad Girinata, saya akan segera melaksanakan tugas yang Pikulun berikan kepada kami. Kami mohon pamit dan minta doa restu pikulun.”
Dewasrani       : “Terima kasih romo Pikulun, saya juga mohon pamit dan mohon doa restu.”
Bataria Guru   : “Iya, aku restui kalian berdua.”

Kemudian Batari Durga dan Dewasrani meninggalkan Balai Mercukondomanik untuk mempersiapkan diri guna menggagalkan tapa brata Gatotkaca dan membunuh Gatotkaca. Sementara itu Batara Guru serta Batara Narada kembali membincangkan masalah Pengangkatan Gatotkaca. Dengan nada kecewa Batara Narada memprotes keputusan Batara Guru.

Batara Narada : “Adi Guru, kenapa Adi Guru menganbil keputusan seperti itu? Bolehlah Adi guru menyayangi anak sendiri, tapi jangan memberikan kesenangan diatas penderitaan orang lain. Kata Adi Guru siapa yang mempunyai jasa besar kepada Kayangan bisa diangkat menjadi Raja para dewa, la kenapa ko Gatotkaca tdak mendapatkan anugerah itu? Malah Dewasrani? Adi Guru benar-benar sudah tidak adil dalam mengambil keputusan.”

Dengan nada yang semakin tinggi dan rasa kecewa yang amat sangat, Batara Narada melanjutkan perkataanya yang menyindir Dewasrani

Batara Narada : “Saat kayangan sedang mengalami suatu kejadian yang serius, Dewasrani tidak pernah ikut membantu, tapi begitu ada yang mau di beri anugerah malah iri, ingin ikut mendapatkannya juga!”
Batara Guru    : “Kakang Narada, keputusan saya sudah bulat kakang, dan tidak bisa di ganggu gugat. Kalau Kakang Narada tidak setuju silahkan memilih, mau tetap tinggal di Kayangan ya saya ijinkan,turun ke Mayapada ya saya ijinkan.”

Batara Narada yang mendengar perkataan Batara Guru yang seolah-olah mengusir dirinya secara halus, semakin bertambah emosi dan memutuskan untuk keluar dari kayangan.
Batara Narada : “ohh….begitu, jadi Adi Guru mengusir saya secara halus? Baiklah, saya akan turun ke mayapada, saya tidak jadi dewa lagi tidak apa-apa. Tapi kalau ada apa-apa saya ga mau ikut campur dan ga mau ikut repot. Saya pamit Adi Guru!!”

Dengan rasa kecewa dan marah Batara Narada akhirnya keluar dari Kayangan Jonggringsaloka ke dunia. Sementara Batara Indra yang melihat pertengkaran tersebut menjadi bingung.

Batara Indra    : “Duh romo Batara Guru, kenapa malah keadaanya menjadi seperti ini romo, paman Batara Narada pergi dari kayangan, apa yang harus dilakukan romo?”
Batara Guru    : “Anaku Indra, kamu tidak usah bingung, dan kamu tidak usah memikirkan hal ini. Biar ini menjadi urusan romo,sekarang kamu saya tugaskan untuk membantu adikmu Dewasrani.”
Batara Indra    : “Baiklah romo, saya mohon pamit pulang ke kayangan Kaendran.”

Di Kayangan Sentra Gondomayit, Batari Durga dan Dewasrani mengumpulkan bala tentaranya. Jin, setan gandarwo dan raksasa mereka kumpulkan untuk menyerang Gatotkaca di Gunung Argo Kaelasa. Bahkan Batari Durga meminta Bantuan kepada Raja Puserbumi bernama Prabu Naga Baginda.

Naga Baginda : “Waaaaaa….grrrrr….ada apa Batari memanggil saya kemari?”
Batari Durga   : “Anakku ngger Prabu Naga Baginda, aku panggil kemari untuk membantu momonganmu Raden Dewasrani. Kita diperintah oleh Hyang Jagad Girinata untuk menggagalkan tapa brata Gatotkaca di Argo Kaelasa. Kumpulkan semua pasukanmu, kemudian segera berangkat ke Gunung Argo Kaelasa.”
Naga Baginda : “Baik tuanku Batari Durga, saya mohon pamit”
Batari Durga   : “Segera berangkat!!!”

Bala tentara dari Kayangan Sentra Gondomayit serta Pasukan dari Kerajaan Puserbumi berangkat menuju ke Gunung Argo Kaelasa, tempat dimana Gatotkaca sedang melakukan tapa brata. Sementara di Argo Kaelasa, Gatotkaca mengundang pamanya yaitu Begawan Anoman serta Raden Setyaki dan juga kakanya Raden Antareja. Mereka berdiskusi tentang apa yang dilakukan Gatotkaca di Gunung Argo Kaelasa.

Anoman          : “Anak Prabu Pringgondani, ada apa gerangan, paman jauh-jauh dari Pertapaan Kendalisada ingin mengetahui apa yang sebenarnya anak prabu lakukan di Argo Kaelasa ini. Paman dengar kalau Anak Prabu Gatotkaca sedang napak tilas perjalanan adikku Bima Suci alias Werkudara.”
Setyaki            : “Iya ngger…paman juga menanyakan hal yang sama.”
Antareja          : “Iya dik, apa yang sebenarnya jadi keinginanmu? Kamu itu sudah punya segalanya, sama-sama anak romo Jodipati, tapi kamu lebih dimanja dan disayang, beda sama kakangmu ini. Kamu minta apa saja dituruti, masih muda sudah jadi raja, kerajaanmu ya besar dengan jajahan yang luas. Rakyatmu damai dan negaramu tentram, punya kesaktian yang luar biasa. Kurang apa lagi dik? Manusia di dunia ini tidak akan merasa cukup, kalau kamu menuruti keinginan itu dunia ini ingin kamu miliki sendri, merasa didunia ini kamu hidup sendirian kalau begitu artinya hidupmu ditunggangi hawa nafsu, kalau kamu menuruti nafsu maka akan terjadi angkara murka, dan dunia ini akan penuh dengan angkara murka.”
Anoman          : “Benar Perkataanmu Ngger Antareja.”
Antareja          : “Maka dari itu Paman.”
Gatotkaca       : “Paman Anoman, saya bertapa disini sebenarnya mengingatkan dewa akan janji mereka kepada saya. Dulu dewa berjanji kalau saya berhasil menumpas Patih Sekipu dan Prabu Kalapracona saya akan diangkat menjadi rajanya dewa di kayangan, tapi sampai sekarang belum juga terlaksana.”
Anoman          : “oooohhh…. Jadi kamu ingin mengingatkan para dewa,agar kamu diangkat menjadi raja para dewa?”
Gatotkaca       : “Sebenarnya bukan perkara saya jadi raja dewa atau tidak, tapi yang terpenting saya ingin mengingatkan dewa untuk menepati janjinya. Dewa adalah menjadi panutan bagi manusia, kalau mereka sudah tidak menepati janji apa jadinya dunia ini paman?”
Anoman          : “Iya anakku ngger Gatotkaca…. Paman pikir-pikir ada benarnya juga perkataanmu anak prabu Gatotkaca. Baiklah, paman dan teman-teman yang lai akan membantumu anakku. Semoga apa yang jadi keinginanmu akan tercapai, tapi paman sarankan jangan terlalu bernafsu, malah nanti akan mecelakakan dirimu sendiri.”

Saat sedang melanjutkan perbincangan, Setyaki dan yang lain melihat pasukan raksasa sudah mulai mendekati tempat mereka berada. Kemudian Anoman, Gatotkaca, Setyaki serta Antareja bersiap-siap menghadapi suatu hal yang mungkin terjadi. Lalu Raden Setyaki menghadang salah satu Raksasa diantara mereka.

Raksasa           : “Waahhh…belum lama aku datang kemari sudah ada senopati menghadangku, eh aku mau tanya, kamu prajurit dari mana? siapa namamu?!”
Setyaki            : “Nanti dulu, kamu ngaku dulu, matamu jelalatan kaya maling kesiangan.”
Raksasa           : “Wah!! Kurang ajar!! Aku di anggap maling kesiangan!! Aku Ksatria dari Puserbumi, Rajaku Naga Baginda. Namaku Patih Kumboronanggo! Siapa namamu hah?!”
Setyaki            : “Ksatria Swalabumi, Raden Haryo Setyaki alias Singamulangjoyo!”
Kumboronanggo    : “Setyaki!! Alias Singamulangjoyo!! Kamu tau yang namanya Gatotkaca?!”
Setyaki                   : “Kalau aku tau kamu mau apa?!”
Kumboronanggo    : “Suruh keluar!! Akan ku habisi dia!! Enak saja ingin jadi Raja Para Dewa! Tidak ingat kalau dia hidup karena Dewa!”
Setyaki                   : “Tidak usah kamu mencampuri urusan itu!! Pergi kalau kamu ingin selamat!! Perkara ini tidak ada sangkut pautnya dengan dirimu!!”
Kumboronanggo    : “Waahhh!! Sengak omonganmu!! Hey Setyaki, berani kau menghadapi aku hah?!!”
Setyaki                   : “Aku tak pernah takut kepadamu!!”
Kumboronanggo    : “Maju kamu Setyaki!! Aku pukul hancur tulang igamu!!”

Pertarungan antara Setyaki dan Kumboronanggo tidak bisa terhindarkan lagi. Masing – masing mengeluarkan kesaktian mereka dan saling bergantian mendesak. Kemudian mereka sama-sama mengeluarkan senjata Gada, suara bergemuruh terdengar saat Gada Wesikuning milik Setyaki beradu dengan Gada milik Kumboronanggo. Namun tidak memerlukan waktu lama, Setyaki berhasil menghantamkan gadanya ke kepala Kumboronanggo, maka matilah dia.
Sentara di lain tempat Anoman menghadapi dua raksasa secara bergantian. Dengan kekuatan dan pengalamanya, tanpa alangan yang berarti Anoman berhasil mengalahkan kedua raksasa itu. Antareja pun tidak ketiggalan, dia juga menghadapi salah satu raksasa.

Raksasa           : “Wahh kurang ajar, ada manusia bersisik ular menghadangku! Hey! Siapa namamu?!!”
Antareja          : “Antareja! Kamu siapa??”
Raksasa           : “Oh.. kamu Antareja!! Aku Prabu Dewadenta!! Ayo hadapi kesaktianku!!”

Antareja dan Prabu Dewadenta bertarung dengan sengit, namun Prabu Dewadenta bukan tandingan Antareja yang merupakan cucu Sang Hyang Antaboga, raja ular. Dengan mudah Antareja berhasil mengalahkan Prabu Dewadenta.
Sementara itu, melihat pasukanya kocar-kacir menghadapi Anoman dan kawan-kawanya, Prabu Naga Baginda menyuruh semua bala tentaranya mundur, dan Prabu Naga Baginda maju sendiri menghadapi mereka.

Naga Baginda : “Hey para prajurit, mundur semua!! Biar aku sendiri yang akan mengahadapi mereka!! Ini utusan Dewa, Raja dari Puserbumi, Prabu Naga Baginda!! Hadapi kesaktianku!!!”

Dengan sigap Raden Setyaki maju menghadap Prabu Naga Baginda, namun Prabu Naga Baginda terlalu sakti sehingga  Setyaki tak mampu menghadapinya. Melihat pamannya tidak berdaya melawan Raja Raksasa Puserbumi tersebut, Gatotkaca langsung mengenakan busana saktinya yaitu Caping Basunanda, Kotang Antakusuma, dan Terumpah Padakacarma. Secepat kilat Gatotkaca terbang melesat menyambar tubuh Naga Baginda. Prabu Naga Baginda cukup kewalahan menghadapi kecepatan terbang Gatotkaca. Tanpa pikir panjang Naga baginda mengeluarkan ajian saktinya untuk mengalahkan Gatotkaca.

Naga Baginda : “Wah…kurang ajar! Hey Gatotkaca! Jangan mentang-mentang kau menguasai udara! Terima ini ajianku! Ajian Gelap Sayuto!! Ciaattt!!”

Seketika itu terdengar suara gemuruh yang sangat dasyat. Ketika Gatotkaca sedang menukik turun akan menyambar Naga Baginda, tiba-tiba dia terpental dan menghilang entah kemana. Melihat keponakanya menghilang entah kemana, Raden Setyaki segera mengeluarkan Gada Wesikuning dan menghadapi Prabu Naga Baginda. Dia memukul-mukulkan gada saktinya, namun tidak berpengaruh apa-apa terhadap diri Prabu Naga Baginda. Malah yang paling mengejutkan Gada Wesikuning milik Setyaki ditelan oleh Naga Baginda. Melihat kejadian tersebut secepat kilat Setyaki mundur, karena merasa akan terjadi hal yang buruk jika dia meneruskan pertarungan itu.
Dari kejauhan Anoman melihat semua yang dialami Gatotkaca dan Setyaki. Dia menahan Antareja yang ingin maju menghadapi Raja Raksasa itu.

Anoman          : “Antareja. Sudah jangan diteruskan”
Antareja          : “Adikku Gatotkaca menghilang paman.”
Anoman          : “Sudah tidak apa-apa. Kamu tau tidak, senjata pamanmu Raden Setyaki, Gada Nogobondo alias Gada Wesikuning dimakan sama raksasa itu.”
Antareja          : “Hah? Gada dimakan Paman? Lalu kita harus bagaimana Paman?”
Anoman          : “Iya…. Kita jangan terburu-buru menghadapi raksasa itu, kita harus menganalisa siapa sebenarnya raksasa itu, kita susun strategi, maka dari itu kita lebih baik mundur dahulu dan mencari dimana keberadaan adikkmu Gatotkaca”

Anoman dan Antareja akhirnya mundur, meninggalkan puncak gunung Argo Kaelasa guna menghindari hal-hal yang tidak diinginkan serta mencari dimana keberadaan Gatotkaca. Sementara itu Naga Baginda melihat musuh-musuhnya melarikan diri langsung sesumbar.


Naga Baginda : “Hahahaha…. Semua musuhku lari. Gatotkaca hilang entah kemana, Setyaki kehilangan gadanya karena ku makan. Mau mengeluarkan senjata sakti dari kayangan akan ku makan semua. Gatotkaca kalah pasti para Pandawa bakal mencariku, aku tidak takut melawan Kesaktian Pandawa!”

Setelah Gatotkaca kalah dan menghilang entah kemana, Raden Dewasrani merasa senang dan kegirangan.

Dewasrani       : “Kanjeng ibu, kelihatanya Gatotkaca sudah menghilang entah kemana, ayo kita laporkan keberhasilan kita kepaga Hyang Jagad Girinata.”
Batari Durga   : “Nanti dulu anaku, Gatotkaca memang sudah menghilang, tapi jangan terburu-buru menganggap masalah ini selesai sampai disini, Pandawa pasti akan bertindak dengan kejadian ini, lebih baik kamu siap-siap mencegah kemungkinan tersebut akan terjadi.”
Dewasrani       : “Baiklah Kanjeng ibu, saya mohon pamit.”

Kemudian Dewasrani bersiap-siap dengan pasukanya untuk mencari dan memastikan bahwa Gatotkaca sudah benar-benar mati. Sementara itu sejak kepergian Gatotkaca ke Argo Kaelasa, Abimanyu yang merupakan sepupu kesayangan Gatotkaca menjadi bersedih hati. Kakak sepupunya pergi lama entah kemana, tanpa kabar apapun. Dengan bantuan Punakawan, Semar, Gareng, Petruk dan Bagong, Raden Abimanyu mencari keberadaan Gatotkaca ke Argo Kaelasa. Ditengah perjalanan mereka berbincang-bincang soal nasib Gatotkaca.

Abimanyu       : “Paman Bodronoyo, Pamanku Semar, bagaimana ini Paman.”
Semar              : “Gusti, jangan terlalu bersedih hati, Paman memahami kalau kamu menyayangi Kakak sepupumu Gatotkaca. Tapi jangan menjadikan Gusti Abimanyu menjadi seperti ini, yakinlah bahwa Gusti Raden Gatotkaca baik-baik saja. Ingat dulu Ayah dan Pamanmu saat dibakar di tengah Balai Segala-gala, secara nalar mereka pasti sudah mati terbakar, tapi nyatanya mereka selamat tanpa kurang suatu apapun. Karena kematian bukanlah lantaran api, tetapi karena takdir Sang Maha Pencipta, kalau sudah takdirnya Gusti Abimanyu bertemu dengan Raden Gatotkaca, pasti akan ketemu..”
Abimanyu       : “Baiklah paman, kalau begitu, ayo kita lanjutkan pencarian kita.”
Semar              : “Baik ayo kita lanjutkan, Gareng, Petruk dan Bagong akan ikut membantu.”


Abimanyu serta Punakawan melanjutkan perjalanan mendaki Gunung Argo Kaelasa untuk mencari Gatotkaca. Namun ternyata kedatangan mereka di ketahui oleh Naga Baginda yang sedang mengawasi sekitar Gunung Argo Kaelasa.

Naga Baginda : “waaahhh… aku lihat dari sini ada ksatria bagus sedang menuju puncak Argo Kaelasa, jangan-jangan mereka bermaksud temanya Gatotkaca. Akan ku cegat mereka!”

Naga Baginda lalu turun dan menghadang Abimanyu. Abimanyu dan Punakawan terkejut ketika tiba-tiba dihadang Raksasa bertubuh besar.

Naga Baginda : “waaahhh…. Ini ada Ksatria berwajah tampan sedang bersedih hati, aku ingin bertanya kepadamu, siapa namamu cah bagus??”
Abimanyu       : “Putra Madukara, Ksatria Plangkawati ya Ksatria Tanjung Anom Raden Abimanyu alias Angkawijaya.”
Naga Baginda : “Abimanyu alias Angkawijaya!!”
Abimanyu       : “Iya, kamu siapa?”
Naga Baginda : “Kamu tanya kepadaku? Aku utusan dewa, Raja dari Puserbumi, namaku Naga Baginda. Kamu mau kemana cah bagus?”
Abimanyu       : “Aku sedang mencari keberadaan Kakangku Gatotkaca”
Naga Baginda : “wahahahaha…. Tidak mungkin kamu menemukan, kamu mau mencari Gatotkaca sampai mengitari dunia ini tak mungkin kamu menemukan. Sebab Gatotkaca baru saja bertarung denganku, Gatotkaca kalah terkena ajianku Gelap Sayuto! Terpental entah kemana, entah idup atau mati!”
Abimanyu       : “Gareng, tak ku sangka Kang mas Gatokaca menghilang.”
Gareng            : “Menghilang? Menghilang bagaimana?”
Abimanyu       : “Kang mas Gatokaca menghilang karena kalah melawan raksasa ini. Baiklah hey raksasa, kamu telah mengalahkan kakang Gatotkaca, hadapi aku juga!”
Naga Baginda : “Waaahhh…. Kalau kamu ingin bernasib sama ayo maju!!”

Naga Baginda langsung menyerang rombongan Abimanyu, Punakawan menghindar dan mencari tempat perlindungan, sementara Abimanyu menghadapi Naga Baginda. Dengan segala kesaktianya Raden Abimanyu mencoba mengalahkan raja raksasa Puserbumi, namun Naga Baginda terlalu kuat dan Abimanyu terdesak. Lalu Abimanyu mengeluarkan keris pusakanya bernama Keris Kyai Pulanggeni. Namun apa yang terjadi ternyata Naga Baginda tidak mempan ditusuk keris Kyai Pulanggeni, bahkan Keris tersebut berhasil di rebut Naga Baginda dan kemudian ditelan.

Petruk             : “Bagai mana Den?”
Abimanyu       : “Tidak kusangka kerisku hilang. Keris pusakaku ditelan raksasa itu Truk.”
Petruk             : “Ditelan?? Wah…. Raksasa rakus. Eh Den, jangan kelamaan, langsung saja pakai panah.”

Abimanyu segera mengeluarka panah saktinya dan melepaskan anak panah ke arah Naga Baginda, namun hal mengejutkan kembali terjadi, dengan mudah Naga Baginda menangkap anak panah Abimanyu dengan mulut, dan kemudian kembali menelanya. Melihat hal tersebut Abimanyu dan Punakawan memutuskan untuk mundur. Lalu Abimanyu mengutus Petruk ke Kerajaan Amarta untuk memberi tahu para Pandawa tentang apa yang terjadi.
Diam-diam Batara Narada memperhatikan semua yang terjadi, setelah melihat Gatotkaca terpental hilang entah kemana, Batara Narada langsung mencari Gatotkaca sampai ke gunung Jamur Dipa. Batara Narada menemukan Gatotkaca disana dalam keadaan tak sadarkan diri karena terkena Ajian Gelap Sayuto milik Naga Baginda. Lalu Batara Narada mengobati Gatotkaca sehingga Gatotkaca menjadi sadar kembali. Gatotkaca merasa kaget karena setelah sadar Batara Narada sudah ada didepanya.

Batara Narada : “Anakku Gatotkaca, jangan kaget karena kedatanganku dihadapanmu.”
Gatotkaca       : “Pikulun Batara Narada, saya menghaturkan sembah bakti.”
Batara Narada : “Sembah baktimu aku terima Anakku Gatotkaca.”
Gatotkaca       : “Pikulun Batara Narada datang kemari pastinya membawa perintah dari Hyang Jagad Girinata untuk mencabut nyawa saya.”
Batara Narada : “Nanti dulu Gatotkaca, jangan salah sangka dulu kepadaku. Aku kemari bukan karena diutus Batara Guru, tapi aku disini karena diusir dari kayangan. Aku berdebat dengan Batara Guru tentang dirimu, seharusnya dirimu yang pantas diangkat menjadi Raja Para Dewa, tapi Batara Guru malah memutuskan akan mengangkat orang lain. Nah ini akan menjadi tantangan bagimu untuk menjadi raja para dewa, bahkan taruhanya nyawa, apa kamu akan tetap melanjutkan keinginanmu itu meski nyawamu taruhanya?.”
Gatotkaca       : “Pikulun Batara Narada, kalau itu jalan yang harus saya lalui, saya siap menanggung semua resiko, saya tidak takut mati.”
Batara Narada : “Baiklah kalau kamu sudah mantap, kamu harus berani, kalau sudah berani jangan takut-takut, tapi kalau kamu takut jangan sampai berani-berani mengambil resiko. Aku akan mencari cara menghadapi Batara Guru. Kamu harus mengikuti apa saja yang aku rencanakan, apakah kamu mengerti Gatotkaca?”
Gatotkaca       : “Saya mengerti Pikulun.”

Batara Narada : “Baiklah, aku akan membawamu ke kayangan, tp pesanku kalau Batara Guru akan membunuhmu, kamu harus siap-siap melawanya.”

Lalu batara Narada membawa Gatotkaca ke Kayangan Jonggringsaloka untuk menghadap Batara Guru. Begitu sampai di kayangan, Batara Narada dan Gatotkaca langsungmenghadap Batara Guru.

Batara Guru    : “Selamat datang Kakang Narada, tak kusangka kakang masih mau sowan kemari, bahkan bersama Gatotkaca, ada apa kakang?.”
Batara Narada : “Iya Adi Guru, kakang sowan kemari bersama Gatotkaca, karena kakang menganggap perlu Gatotkaca kakang hadapkan ke hadapan Adi Guru. Waktu itu Adi Guru ingin membunuh Gatotkaca karena Gatotkaca dianggap bersalah kepada dewa. Nah daripada Gatotkaca dibunuh oleh Batari Durga, lebih baik Adi Guru sendiri yang membunuhnya, karena Adi Guru yang menuduh Gatotkaca bersalah. Maka dari itu Adi Guru yang harus turun tangan sendiri, jangan menyuruh orang lain, itu namanya tidak perwira. Silahkan Adi Guru membunuh Gatotkaca, saya sudah membawa orangnya kemari, dan Gatotkacapun sudah rela kalau harus mati di tangan Adi Guru, saya akan menjadi saksi bagaimana Adi Guru membunuh Gatotkaca. Ayo Gatotkaca, maju kehadapan Adi Guru!!”

Lalu Gatotkaca maju kehadapan Batara Guru. Dengan pasrah Gatotkaca menghaturkan sembah sungkem dan waspada.

Batara Guru    : “Kakang Narada, kakang sudah salah pengertian Kakang, waktu itu saya mengutus orang untuk membunuh Gatotkaca bukan bertujuan agar Gatotkaca mati, tapi hal tersebut adalah sebuah pendadaran, untuk mengetahui kuat atau tidak Gatotkaca menghadapi semua itu. Karena sebagai calon Raja Dewa Gatotkaca harus kuat lahir dan batin. Semua harus dipikirkan secara cermat, saya memberikan cobaan supaya Gatotkaca bisa lebih dewasa lagi kakang. Dan Gatotkaca saya anggap sudah bisa melewati itu semua”
Batara Narada : “ohhhh… jadi semua ini sebagai ujian untuk Gatotkaca?.”
Batara Guru    : “Iya Kakang Narada”
Batara Narada : “Lalu selanjutnya bagaimana Adi Guru?”
Batara Guru    : “Hari ini, sudah saya keluarkan keputusan untuk memberikan anugerah seperti apa yang diminta Jabang Tetuko. Saya perintahkan para dewa untuk berkumpul disini sebagai saksi.”

Seketika itu munculah Batara Brama, Batara Indra, Batara Yamadipati, Batara Bayu, Batara Penyarikan dan Batara Tembara berkumpul di Balai Mercukundomanik untuk menyaksikan pemberian anugrah kepada Gatotkaca.

Batara Guru    : “Anakku ngger Gatotkaca.”
Gatotkaca       : “Saya Pikulun.”
Batara Guru    : “Kamu telah mendapatkan cobaan yang bermacam-macam, hari ini Pikulun lega dan percaya kalau kamu sudah siap lahir batin dan pantas aku nobatkan sebagai raja para dewa, ayo ikut Pikulun, akan aku rias kamu dengan pakaian kebesaran Raja Para Dewa.”

Batara Guru membawa Gatotkaca masuk ke sebuah ruangan dan diberi pakaian yang bagus dan mahkota yang indah, kemudian Batara Guru menuntun Gatotkaca untuk duduk di singgasana.

Batara Guru    : “Anakku ngger Gatotkaca.”
Gatotkaca       : “Saya Pikulun.”
Batara Guru    : “Hari ini kamu sudah menduduki singgasana Kayangan Jonggringsaloka, sejak itu kamu sudah menjadi Raja Para Dewa. Maka dari itu pikulun akan memberikan tambahan nama gelar yaitu Prabu Anom Guru Putra.”
Gatotkaca       : “Saya mendapatkan gelar Prabu Anom Guru PutraPikulun.”
Batara Guru    : “Ya. Mulai hari ini pikulun tetapkan kamu sebagai raja Raja di Kayangan Jonggringsaloka bergelar Prabu Anom Guru Putra. Dengan hal tersebut berarti tuntas sudah janji Pikulun kepadamu. Pikulun serahkan semua urusan kayangan, baik buruknya kayangan kepadamu ngger.”

Tiba-tiba Gatotkaca turun dari singgasana dan menuntun Batara Guru dan mendudukan Batara Guru diatas singgasana. Batara Guru menjadi bingung dengan kejadian tersebut, apa sebenarnya yang dilakukan Gatotkaca.

Batara Guru    : “Prabu Anom Guru Putra.”
Gatotkaca       : “Saya Pikulun.”
Batara Guru    : “Apa sebabnya kamu turun dari singgasana dan malah mendudukan saya di singgasana ini, apa kamu merasa kurang.wibawa?kurang pantas? Menjadi Raja Dewa di KayanganJonggringsaloka ini?”
Gatotkaca       : “Bukan begitu Pikulun, bukan perkara saya pantas atau tidak menduduki singgasana tersebut, tapi saya malah menjadi ingat seorang ksatria sejati pikulun. Saya ingat kalau saya adalah seorang ksatria, bukan dewa. Kalau saya terlalu lama melihat keidahan kayangan malah saya takut kalau sampai saya terlena dan melupakan kewajiban saya sebagai seorang ksatria pikulun. Maka dari itu, segala urusan kayangan dan jabatan saya kembalikan kepada Hyang Jagad Girinata, saya minta doa restu dari pikulun untuk menjalankan kewajiban saya sebagai seorang ksatria yang sejati, yaitu mendarmabaktikan hidup saya untuk kesejahteraan dunia.”
Batara Guru    : “Duh ngger Guru Putra.”

Lalu Batara Guru memeluk Gatotkaca.

Batara Guru    : “Kakang Narada.”
Batara Narada : “Saya Pikulun.”
Batara Guru    : “Baru sebentar Gatotkaca saya nobatkan sebagai Raja Para Dewa, tetapi tiba-tiba dia melengserkan diri dan menyerahkan kembali kekuasaan Kayangan Jonggringsaloka, menurut Kakang Narada bagaimana?”
Batara Narada : “Ksatria yang luhur budi pekertinya tidak akan begitu saja menerima sesuatu anugrah yang besar, meski anugerah itu merupakan haknya. Artinya tidak semata-mata hanya menerima, tapi juga dipikirkan dan dipertimbangkan baik-baik terlebih dahulu. Lalu apa yang selanjutnya akan Adi Guru lakukan?”
Batara Guru    : “Kakang, hari ini saya akan memberikan tambahan anugrah kakang.”
Batara Narada : “Anugerah dalam wujud apa Pikulun?”
Batara Guru    : “Akan saya tetapkan Gatotkaca sebagai senopati agung pada saat Perang Baratayuda Jayabinangun di pihak Pandawa kakang.”
Batara Narada : “Oh… begitu, ya. Kalau Piukulun sudah menetapkan Jabang Tetuko alias Gatotkaca sebagai agung pada saat Perang Baratayuda Jayabinangun di pihak Pandawa, saya akan menjadi saksi. Gatotkaca sudah dianugerahi sebagai Raja Dewa, tetapi dengan besar hati mengembalikan dan ingin kembali menjadi seorang ksatria sejati, kalau saja di dunia ini ada tiga orang seperti Gatotkaca ini, maka angkara murka di dunia ini akan hilang.”
Batara Guru    : “Iya Kakang. Anakku Gatotkaca.”
Gatotkaca       : “Saya Pikulun.”
Batara Guru    : “Pikulun sudah menetapkan kamu sebagai senopati agung pada saat Perang Baratayuda Jayabinangun di pihak Pandawa, maka dari itu kamu harus bersiap-siap dan melatih diri.”
Gatotkaca       : “Terima kasih Pikulun, saya minta tambahan doa restu.”
Batara Guru    : “Iya Anakku Gatotkaca, saya merestuimu.”
Lalu Gatotkaca pamit untuk kembali ke mayapada menyelesaikan urusanya dengan Prabu Naga Baginda dan juga melanjutkan mendarmabaktikan dirinya sebagai Ksatria sejati.
Setelah mengalahkan Abimanyu, Naga Baginda beserta bala tentaranya di dampingi Dewasrani bergerak menuju Kerajaan Amarta untuk membuat kerusuhan di kerajaan Amarta. Di Kerajaan Amarta sendiri, Werkudara, Arjuna dan Sri Batara Kresna sedang berbincang-bincang membahas kepergian Gatotkaca.

Werkudara      : “Waaaaa, Kresna kakangku, loe sebagai Titisan Batara Wisnu dan punya kebijaksanaan Batara Wisnu, Gue mau nanya menurut kakang dimana keberadaan anakku Gatotkaca, sudah berbulan-bulan pergi dan ga balik-balik.”
Sri Kresna       : “Nanti dulu, Gatotkaca itu anaknya siapa?.”
Werkudara      : “Gatotkaca itu anak gue, malah pake nanya!.”
Sri Kresna       : “La bapaknya saja tidak tau dimana, apalagi saya yang hanya tamu disini. Gatotkaca pergi kemana, tapi Werkudara tidak tahu kemana ya kebangetan, malah jadi pertanyaan sebenarnya kamu bisa mengurus anak atau tidak. Werkudara, Gatotkaca itu bukan anak kecil lagi, sudah saatnya dia mendewasakan jiwanya, dan mendewasakan diri itu tidak usah harus diperintah.”
Werkudara      : “Waaaaa, begono kakang.”

Tiba-tiba datanglah Petruk yang di utus olah Abimanyu dengan terburu-buru dan tanpa permisi langsung masuk ke ruangan dimana Werkudara dan yang lainya sedang membicarakan kepergian Gatotkaca.

Sri Kresna       : “Hey Petruk, ada apa kamu terburu-buru seperti itu, sampai-samapainmasuk tanpa permisi?”
Petruk             : “Wah gawat ndoro, ada Raja Raksasa ngamuk!”
Sri Kresna       : “Raja Raksasa darimana?”
Petruk             : “Raja Raksasa dari Puserbumi, namanya Naga Baginda. Wah orangnya sakti sekali, senjata ditelan,keris ditelan. Dan Raden Gatotkaca menghilang setelah melawan Raksasa itu ndoro.”
Sri Kresna       : “Werkudara, coba kamu lihat siapa seperti apa Raja Raksasa itu.”


Werkudara lantas keluar dari istana dan mencegat Raja Raksasa Puserbumi, Naga Baginda.


Naga Baginda : “Weee…ladalah…. Ada Ksatria tinggi besar, hey siapa namamu hah?”
Werkudara      : “Raden Werkudara, loe sapa?!”
Naga Baginda : “Aku Prabu Naga Baginda!”
Werkudara      : “Waaaa… loe yang ngebuat Si Gatot anaku hilang entah kemana!”
Naga Baginda : “Ya memang aku yang melakukan itu!”
Werkudara      : “Waaaa…. Lawan ini Bapaknya!!“

Pertarungan antara Prabu Naga Baginda dan Werkudara tak bisa terelakkan lagi, pertarungan sengit terjadi diantara keduanya. Dengan memiliki tubuh yang sama-sama besar terjadi keseimbangan dalam pertarungan. Namun lama-lama Werkudara kewalahan menghadapi Naga Baginda, Kuku Pancanakanya tidak dapat melukai tubuh Naga Baginda, Werkudara tidak berani mengeluarkan Gada Rujak Polonya karena itupun sia-sia, bisa jadi Gada Rujak Polonya ikut ditelan juga. Akhirnya Werkudara memilih mundur untuk minta saran kepada Sri Kresna.
Ketika Raden Werkudara menghadap Sri Kresna, muncul anak muda dengan pakaian raja yang mewah, orang itu tidak lain adalan Prabu Anom Guru Putra alias Gatotkaca.

Sri Kresna       : “Ini ada Raja muda datang kemari, siapa namamu? Dan darimana asalmu?”
Guru Putra      : “Saya Raja muda yang sedang berkelana, melanglang buana, dan tidak sengaja saya sampai disini Prabu, nama saya Prabu Anom Guru Putra.”
Sri Kresna       : “Namamu Prabu Anom Guru Putra?”
Guru Putra      : “Iya tuan Prabu, saya melanglang buana dengan tujuan ingin mendarmabaktikan hidup saya sebagai ksatria sejati yang menolong tanpa pamrih.”
Sri Kresna       : “Oh… jadi kamu melanglang buana dengan tujuan ingin mendarmabaktikan hidup saya sebagai ksatria sejati yang menolong tanpa pamrih. Kalau seandainya saya memintamu menghadapi Naga Baginda kamu berani?”
Guru Putra      : “Iya tuan Prabu, memang saya sedang mencari dia.”

Prabu Anom Guru Putra  yang tidak lain adalah Gatotkaca langsung pergi untuk menghadapi Prabu Naga Baginda. Sementara Werkudara kaget dengan keputusan Sri Kresna yang mengutus Prabu Anom Guru Putra.

Werkudara      : “Waaaa…. Kakangku Kresna“
Sri Kresna       : “Ada apa Werkudara?”
Werkudara      : “Hmmm…. Loe menyuruh orang tapi sembarangan saja, ga ngliyat siapa yang loe suruh! Ya kalau dia menang, kalau ntar mau gimana? Kalau Cuma kalah ga papa, tapi kalau sampe mati malah jadi nambah perkara, nambah dosanya Pandawa!“
Sri Kresna       : “Sudah kamu tidak usah khawatir, kita lihatsaja apa yang akan terjadi dan kita lawan raksasa yang lain.”

Sri Kresna sebagai titisan Batara Wisnu sudah mengetahi siapa sebenarnya Prabu Anom Guru Putra, yaitu Gatotkaca sendiri, dengan melihat Gatotkaca berpakaian seperti itu Kresna tau kalau Gatotkaca sudah berhasil mendapatkan apa yang dia inginkan, dan pasti mendapat kesaktian dari Batara Guru.

Naga Baginda : “Weee…ladalah…. Ada Raja Muda, siapa kamu hah?”
Guru Putra      : “Prabu Anom Guru Putra, siapa kamu?”
Naga Baginda : “Aku Naga Baginda, mau apa kamu?!”
Guru Putra      : “Aku utusan Pandawa untuk menghadapikamu!”
Naga Baginda : “Weee…ladalah….maju kamu heh!!”

Naga Baginda bertarung dengan Guru Putra yang tidak lain adalah Gatotkaca. Guru Putra dapat mengimbangi kesaktian Naga Baginda, lalu Guru Putra merubah wujudnya ke wujud Gatotkaca kembali.

Naga Baginda : “Weee…ladalah…. Gatotkaca, musuh bebuyutannku!”

Mereka melanjutkan pertarungan kembali, Gatotkaca yang telah memiliki kepercayaan diri yang tinggi mengeluarkan semua kesaktian yang dia miliki. Dengan mudah Naga Baginda dihajar, secepat kilat Gatotkaca terbang dan menyambar kepala Naga Baginda yang sedang lengah, kemudian diplintir kepala Naga Baginda hingga putus. Namun apa yang terjadi setelah itu, tubuh Naga Baginda menghilang dan tiba-tiba muncul Sang Hyang Batara Antaboga, Raja sekaligus Dewa Ular.

Batara Antaboga    :    “ Anakku Ngger Gatotkaca”
Gatotkaca       : “Menghaturkan sembah sungkem kepada eyang Batara Antaboga.”
Batara Antaboga    :    “ Sembah sungkemu aku terima anakku. Sebelumnya eyang minta maaf atas semua kejadian ini. Prabu Naga Baginda adalah penjelmaan eyang, karena eyang diutus oleh Sang Hyang Batara Guru untuk memberikan pendadaran kepada dirimu anakku. Sebab kamu akan diwisuda menjadi Raja Dewa di kayangan, maka harus kuat lahir dan batin. Eyang berubah wujud menjadi Naga Baginda agar kamu tidak di celakakan oleh Batari Durga dan anak buahnya. Keinginanmu sudah terwujud, tapi kamu lebih memilih menjadi ksatria sejati, maka Batara Guru memberikan anugerah kepadamu sebagai Senopati Agung Pandawa di Baratayuda Joyobinangun”
Gatotkaca              : “Iya eyang, terimakasih.”
Batara Antaboga    :    “ Eyang mohon pamit pulang ke Kayangan Saptapratala, jangan lupa eyang titip senjata Gada ini milik Pamanmu Setyaki, dan Keris serta Panah ini milik saudara sepupumu Abimanyu.”

Batara Antaboga menghilang masuk ke dalam bumi, sementara itu Gatotkaca mengambil senjata yang dititipkan eyangnya untuk dikembalikan ke pemiliknya masing. Dilain tempat Para Pandawa bertarung dengan prajurit dari Sentra Gondomayit pimpinan Dewasrani, dan Pandawa mampu memukul mundur prajurit Sentra Gondomayit. Demikian perjalanan Gatotkaca dalam mewujudkan cita-citanya menjadi Raja Para Dewa di Kayangan Jonggringsaloka.